KESEHATAN - Bayangkan, suatu hari kelak, dokter bukan lagi hanya anak orang kaya atau mereka yang beruntung dapat beasiswa super langka. Membayangkannya saja sudah seperti adegan dalam novel klasik, bukan? Namun, bagaimana kalau profesi dokter itu menjadi jalan pengabdian yang bisa dicapai siapa saja, tanpa embel-embel biaya selangit? Inilah kisah yang berusaha kita tulis bersama.
1. Sekolah Dokter Itu Gratis? Ide Gila yang Genial!
Saat ini, pendidikan kedokteran punya label harga yang bikin geleng kepala. Memang, siapa yang tidak sadar kalau jadi dokter itu mahal, bahkan mungkin sampai menguras dompet generasi berikutnya. Tapi, bayangkan kalau pendidikan dokter itu gratis! Bayangkan calon dokter datang dari berbagai kalangan, tak pandang bulu apakah mereka dari kampung kecil atau kota besar. Bukannya bikin repot, justru ini investasi jangka panjang buat negara. Dengan cara ini, kita tak hanya mendidik dokter, tapi juga memastikan setiap daerah punya dokter sendiri. Misi kesehatan, check!
2. Dokter Bukan Tukang Duit, Tapi Pelayan Rakyat
Kalau pendidikan dokter sudah gratis, tentunya bukan lagi sekadar mengejar harta atau status sosial. Mereka, para dokter ini, jadi hadir bukan karena ingin cepat kaya, tetapi karena dorongan hati untuk melayani. Bukankah akan keren jika dokter hadir di desa-desa terpencil tanpa beban keuangan yang membuntuti? Mereka bisa fokus pada tujuan utamanya: menyelamatkan dan meningkatkan kualitas hidup rakyat. Mungkin, tanpa beban utang kuliah, mereka akan lebih siap untuk bekerja di mana pun, dari Sabang sampai Merauke!
3. Dokter Juga Manusia: Gaji yang Layak Buat Hidup yang Wajar
Namun, biar bagaimanapun, dokter juga butuh makan, bayar listrik, dan ya…menikmati hidup seperti orang lain. Kalau pendidikan dokter dibiayai negara, berarti giliran negara juga memberikan penghasilan yang layak bagi mereka setelah lulus. Dengan gaji yang sepadan, dokter tak perlu banting tulang hingga harus buka praktik sana-sini untuk menyambung hidup. Dampaknya? Mereka bisa bekerja dengan hati yang lebih tenang, tanpa harus memikirkan "cuan" di atas “cita.”
Baca juga:
Babinsa Desa Pirikan Dampingi Fogging
|
4. Pendidikan Kedokteran ala Sekolah Kedinasan? Wah, Kenapa Enggak?
Nah, apa jadinya kalau pendidikan kedokteran dibuat mirip seperti sekolah kedinasan? Sistem ini bisa jadi solusi jitu, di mana dokter direkrut berdasarkan kualitas, bukan kemampuan finansial semata. Calon dokter akan menjalani pelatihan yang ketat, bukan cuma soal otak, tapi juga mentalitas pengabdian. Setelah lulus? Bukan jadi “freelancer kesehatan” tapi langsung jadi ASN. Pasti rasanya berbeda, menjadi dokter yang bukan hanya berstatus ASN, tapi punya dedikasi pada rakyat yang benar-benar memerlukan kehadiran mereka.
5. Buat Semua Anak Negeri, Tanpa Pandang Bulu!
Poin yang paling menarik adalah ini: menjadi dokter bukan lagi monopoli kalangan tertentu. Setiap anak, mau dari kota atau pelosok, bisa punya mimpi yang sama. Tidak ada batasan karena dompet orang tua. Dengan pendidikan dokter yang terbuka untuk semua, kita bisa melihat profesi ini tumbuh beragam. Tak hanya kaya secara jumlah, tapi juga kaya secara perspektif, dengan dokter-dokter yang memahami kebutuhan masyarakat dari berbagai latar belakang.
6. Rakyat Sehat, Negara Kuat
Bayangkan dampaknya bagi masyarakat luas! Pendidikan dokter gratis, gaji yang layak, pengabdian sebagai tujuan utama, dan dokter-dokter tersebar hingga pelosok – hasilnya? Kesehatan bukan lagi soal lokasi, tapi soal hak yang bisa didapatkan setiap orang. Bayangkan angka kesehatan nasional membaik: angka kematian menurun, angka harapan hidup naik. Kita punya dokter yang bukan hanya pintar, tapi peduli dan tanggap pada situasi masyarakat.
Sebuah Cita-Cita di Atas Kertas
Kedengarannya seperti mimpi, memang. Tetapi, inilah harapan bagi masa depan kesehatan kita. Menjadikan profesi dokter lebih dari sekadar pilihan karier, tetapi pilihan hidup untuk pengabdian. Lalu, siapa tahu? Mungkin suatu hari nanti, cerita ini bukan lagi angan-angan, tapi realitas yang kita nikmati bersama.
Jakarta, 26 Oktober 2024
Hendri Kampai
Ketua Umum Jurnalis Nasional Indonesia/JNI/Akademisi